Sunday, May 19, 2013

A Promise For A Friend - Kisah Dua Ksatria Legendaris

Original release date :
Originally released at : Forum Gemscool
Remake date : 19/05/2013


A PROMISE FOR A FRIEND

Pada suatu masa ada 2 ras ksatria, ras Iron Knights dan Death Knights. Kedua ras ini dulunya adalah satu, tapi mereka sekarang terpecah karena suatu perselisihan. Kedua ras ini sudah berselisih selama bertahun-tahun, tapi masih belum juga bisa berdamai....

Ada sepasang ksatria muda berbakat tumbuh dari ras Iron Knight, seorang ksatria laki-laki dan perempuan. Ksatria laki-laki dipanggil Philip dan ksatria perempuan dipanggil Cornelia. Mereka adalah dua sahabat yang sangat akrab. Mereka selalu bersama kemanapun mereka pergi. Selain bersahabat, mereka juga merupakan saingan berat. Selama latihan mereka menjadi ksatria mereka selalu bersaing. Kalau sudah bersaing mereka layaknya musuh bebuyutan. Tetapi hal itu tidak mengurangi keakraban mereka, malah justru mempereratnya. Mereka percaya dengan melakukan hal itu mereka bisa lebih mengenal satu sama lain. Mereka adalah pasangan yang kompak.

Di kelompok ksatria Iron Knights mereka merupakan sosok yang sangat dikenal. Banyak yang kagum dengan kekompakan dan keakraban mereka. Tidak cuma itu, mereka berdua merupakan ksatria yang handal. Mereka jadi punya banyak sekali penggemar di kelompok ksatria itu. Bahkan sang raja sendiri pun sangat mengelu-elukan keduanya. Bagi sang raja mereka berdua adalah ksatria muda unggulan yang sangat diharapkan akan memajukan ras Iron Knights di kemudian hari.

Tapi ada kejadian tragis menimpa kedua ksatria muda itu.

Pada suatu hari, terjadi perang antara pasukan Iron Knights dan Death Knights di daerah perbatasan. Saat itu pasukan DeathKnights unggul dan tengah memukul mundur pasukan Iron Knights. Untuk mengantisipasi keadaan buruk itu, raja dari Iron Knights membuat kebijakan untuk mengirim para ksatria mudanya ke medan perang.

Tentu saja termasuk pasangan berbakat, Philip dan Cornelia. Mereka dipanggil untuk menghadap sang raja.
Tetapi ketika dipanggil yang datang hanyalah Philip. Cornelia sama sekali tidak terlihat.

“Dimana Cornelia?” tanya sang raja pada Philip di hadapannya.
“Dia sedang sakit, Yang Mulia. Mohon izin untuk tidak mengikut sertakannya dalam perang ini,” ucap Philip memohon.
Raja mengangguk-nganggukkan kepalanya, “Hmm, ya, baiklah. Tidak masalah.”

Tapi tiba-tiba Cornelia menyerobot masuk ke tengah pertemuan itu.
“Tunggu sebentar yang mulia!”

Philip menoleh dan terkejut melihat Cornelia dibelakangnya, “Cornelia!?”
Keadaan Cornelia saat itu sama sekali tidak baik. Wajahnya pucat. Napasnya terengah-engah. Kakinya gemetaran seakan-akan tidak mampu menahan tubuhnya dan dia bisa jatuh kapan saja.
“Hamba juga akan turut serta dalam perang ini...!” seru Cornelia dengan napas terengah-engah.
“Bicara apa, kau!? Kau sedang sakit!” seru Philip dengan nada cemas.
“Lalu apa hubungannya? Walaupun aku sakit aku masih sanggup ikut serta dalam perang ini!” ujar Cornelia.
“Kau tidak akan sanggup! Jangan memaksakan dirimu!” ucap Philip dengan nada khawatir.
“Ya, dia benar, Cornelia. Kau tidak bisa maju ke medan perang dengan keadaan seperti itu. Kau akan membahayakan dirimu sendiri. Aku tidak akan mengizinkanmu pergi,” kata sang raja.
Cornelia tampak terkejut, “Tapi, Yang Mulia....”
“Kau tidak boleh membantah, Knight Cornelia. Ini perintah dari rajamu,” ucap sang raja tegas.
Cornelia tertunduk kecewa mendengar perkataan raja. Philip yang melihat partnernya bersedih jadi merasa iba.
“Cornelia, ayo ikut aku sebentar,” Philip menarik tangan Cornelia.

Cornelia mengikuti Philip dengan wajah bingung. Philip membawanya ke tempat yang agak jauh dari raja, tempat di mana raja tidak bisa mendengar percakapan mereka.
“Kenapa kau sangat ingin ikut serta dalam perang ini?” tanya Philip.
“AKu tidak mau kau pergi sendirian. Bukankah sejak awal kita selalu bersama?” ucap Cornelia pelan.
Philip mengangguk perlahan.
“Tapi tidak apa-apa, kan, sekali-sekali kita berjalan sendiri-sendiri? Kita, kan, tidak selalu harus bersama-sama terus,” ucap Philip.
“Ya, kau benar. Tapi aku tidak mau ditinggal sendirian di sini dan membiarkanmu bertarung di luar sana. Itu, kan, tidak adil,” keluh Cornelia, “Kau, kan, sainganku. Kalau kau pergi dan aku tidak itu artinya kau sudah selangkah lebih maju dariku. Curang....”
Philip mengangguk lagi. Dia mengerti sekali maksud sahabatnya itu.
“Aku mengerti. Kau cuma tidak mau kalah dariku. Sejak awal kita selalu bersaing dalam segala hal.”
Cornelia mengangguk pelan mengiyakan.
“Ya sudah. Kalau kau merasa aku menyaingimu dengan pergi berperang, aku akan tetap tinggal di sini untukmu,” ucap Philip pelan.
Cornelia tampak terkejut. Cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya.
“Kau bicara apa? Kalau raja sudah memerintahkanmu untuk maju ke medan perang, kau tidak boleh menolaknya! Itu tindakan pengecut dan tidak dapat diterima sebagai ksatria!” seru Cornelia.
“Iya, aku tahu. Tapi aku lebih setuju untuk menentang perintah raja daripada menyakiti hati sahabat sendiri,” jelas Philip.
Cornelia memandang Philip bingung.
“Philip.... Sepertinya kau salah sangka. Maksudku mengatakan kalau aku tak mau kalah darimu bukan karena aku tak mau kau pergi. Aku cuma merasa kecewa pada diriku sendiri yang tidak bisa ikut denganmu,” jelas Cornelia.
“Oh....”ucap Philip tanda dia mulai mengerti, “Lalu aku harus berbuat apa?”
“Ya silahkan saja pergi. Aku tidak akan melarangmu karena tidak ada alasan untuk melakukannya,” jawab Cornelia.
“Lalu apa yang akan kau lakukan?”
“Tentu saja diam di sini, menunggumu pulang,” ucap Cornelia pelan.
Philip memandang Cornelia, “Yakin tidak apa-apa?”
“Mau apalagi, aku tidak diperbolehkan ikut....” gumam Cornelia sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.
Philip menatap Cornelia sebentar lalu menghela napasnya.
“Ya sudah, begini saja. Aku akan pergi, menghabisi semua tentara DeathKnights itu dengan cepat, lalu segera kembali supaya kau tidak lama menungguku. Setelah itu kau boleh memukulku sepuasnya karena aku sudah curang maju selangkah mendahuluimu tanpa kau bisa berbuat apapun untuk mengejarku. Kau setuju?”
Cornelia menatap Philip heran. Dia sepertinya tidak mengerti maksud perkataan Philip.
Philip tersenyum padanya, “Ini supaya hal ini jadi cukup adil saja untuk kita berdua.”
Cornelia yang terlihat bingung akhirnya ikut tersenyum.
“Kau sangat pengertian, Philip. Terima kasih,” ucapnya pelan.
“Apa gunanya sahabat kalau begitu?” Philip tertawa kecil.
“Tenang saja, aku akan segera kembali lalu kita bisa bertarung sepuasnya sampai benar-benar lelah!” serunya.
Cornelia cuma tersenyum mendengarnya.

Tiba-tiba terdengar suara seseorang berseru, “Knight Philip! Kau dipanggil Yang Mulia Raja!”
Ternyata itu suara salah satu pengawal raja. Philip segera menyahut, “Iya! Tunggu sebentar!”
“Maaf, aku sudah dipanggil. Aku harus pergi sekarang,” kata Philip.
Tiba-tiba Cornelia mengambil tangan Philip dengan kedua tangannya dan menggenggamnya erat-erat.
“Berjanjilah untuk pulang dengan selamat.”
Philip tersenyum lebar, “Tentu saja!”
Kemudian Cornelia melepaskan tangannya dan Philip pergi meninggalkannya sendirian.
Cornelia menatap kepergian temannya dengan senyum yang lemah.
‘Berhati-hatilah, temanku,’ batinnya dalam hati.

*****
Seminggu setelah hari itu....

Akhirnya para ksatria Iron Knights yang berangkat ke medan perang pulang kembali. Mereka membawa hasil yang memuaskan yaitu berhasil memukul mundur tentara DeathKnights menjauh dari daerah perbatasan.

Semua ksatria yang telah kembali dikumpulkan di halaman depan kastil pagi itu. Dan para ksatria lain yang tidak ikut berperang datang meramaikan halaman kastil. Mereka datang dengan tujuan untuk melihat para ksatria yang telah pulang itu.

Cornelia termasuk salah satunya. Begitu mendengar kabar kembalinya para ksatria yang pergi ke medan perang, dia segera menuju ke tempat para ksatria itu berkumpul. Dengan langkah tergesa-gesa dia segera memasuki halaman depan kastil. Lalu menembus kerumunan orang-orang yang berkumpul.
Di tengah-tengah kerumunan tampak sekelompok ksatria dengan baju zirah lusuh. Merekalah para ksatria yang baru saja kembali itu. Tampak raja bersama para pengawalnya juga berada di sana.

Akan tetapi alangkah terkejutnya Cornelia melihat jumlah para ksatria yang kembali jauh lebih sedikit daripada yang berangkat. Dan anehnya dia tidak bisa menemukan sahabatnya di antara mereka....
‘Dimana Philip?’ batinnya bingung.
Tepat pada saat itu sang raja melihat kedatangannya.
“Ah, Knight Cornelia. Di sana kau rupanya. Sejak tadi aku mencarimu,” sapa sang raja.
“Oh, Yang Mulia. Emm, mencari hamba?” tanya Cornelia dengan sedikit terkejut.
“Ayo ikut aku sebentar,” raja menarik tangan gadis itu dan membawanya keluar dari kerumunan menuju ke pintu depan kastil yang sepi.

“Cornelia....” belum sempat sang raja menjelaskan, Cornelia sudah angkat bicara lebih dulu.
“Yang Mulia, apa hamba boleh bertanya? Dimana Knight Philip? Hamba tidak melihatnya,” ucapnya dengan nada sedikit cemas.
Sang raja menghela napas, “Itulah yang ingin aku bicarakan denganmu Cornelia. Tolong dengarkan penjelasanku dengan tenang.”
Cornelia mengangguk pelan menuruti perintah raja.
“Tentang Philip, aku sudah mendapatkan beritanya dari letnan yang satu pasukan dengannya. Dia bilang pasukan kita sempat dipukul mundur oleh pasukan DeathKnights. Pada saat itu para tentara tercerai-berai dan melarikan diri ke hutan, tapi pada akhirnya semuanya berhasil berkumpul kembali. Tapi saat itu Knight Philip tidak kembali ke pasukannya.”

Sang raja berhenti sebentar. Dia memperhatikan Cornelia. Raut wajah gadis itu mulai berubah sedikit khawatir. Kemudian sang raja kembali melanjutkan.

“Para tentara pemula bilang terakhir kali melihat Philip dikejar sekelompok tentara DeathKnights ke dalam hutan. Akhirnya mereka semua pergi mencarinya ke dalam hutan. Mereka mencari ke setiap sudut hutan tapi tak berhasil menemukannya. Yang berhasil mereka temukan hanyalah helmnya yang berlumuran darah dan pedangnya yang menancap di batang pohon.”

Sang raja sekali lagi memperhatikan Cornelia. Wajah gadis itu tampak terkejut dan kebingungan. Dia seolah tidak percaya pada apa yang barusan didengarnya.

“Setelah mendengar laporan dari mereka, aku merasa kalau Philip sudah....”

Cornelia benar-benar sangat terkejut dan kebingungan. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan sementara bibirnya berucap, “Bo....Bohong..... Itu bohong.... Philip tidak mungkin....”
Sang raja menundukkan kepalanya, “Aku turut berduka, Cornelia,” ucapnya sedih.
Cornelia shock. Dia terus menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya mulai basah. Akhirnya tangisnya pecah.
“Philip...!! Ini tidak mungkin...!! Philip tidak mungkin tewas...!!!” ratapnya.
Sang raja merangkulnya dan mencoba menenangkannya, “Maafkan aku, Cornelia. Begitulah kenyatanyaan. Aku tahu ini berat bagimu, tapi tabahlah.”
Cornelia hanya menangis dan menangis.
Sang raja tak bisa berbuat apa-apa. Hanya membiarkan gadis itu mengungkapkan kesedihannya.

*****
1 tahun berlalu setelah kejadian itu....

Cornelia si ksatria muda berbakat sudah kehilangan semangatnya sejak hari menyedihkan itu. Dia menjalani hari-harinya dengan diliputi kesedihan yang mendalam atas kematian sahabatnya. Dia tak lagi disibukkan dengan pekerjaannya sebagai ksatria. Setiap raja memberikan misi, dia selalu menolaknya dengan berbagai macam alasan. Di saat para ksatria yang lainnya tengah berlatih, dia tak turut ikut serta. Dia bahkan tak pernah mengeluarkan pedangnya dari sarungnya lagi sejak hari itu. Setiap hari kerjanya hanyalah duduk diam di pinggir lapangan tempat latihan para ksatria pemula, menonton mereka berlatih sambil mengenang masa-masa bahagianya dulu bersama sahabatnya. Dia teringat saat-saat dia dan sahabatnya berlatih bersama, bertarung, sesekali bercanda ria, seperti yang dilakukan para ksatria pemula di lapangan itu. Dia melihat beberapa ksatria senior yang tengah mengajari para ksatria pemula, membuatnya teringat saat-saat dia dan sahabatnya mulai membimbing para ksatria pemula. Sesekali dia melihat raja datang mengunjungi tempat itu, mengingatkannya saat-saat dia dan sahabatnya pergi menjalankan misi-misi yang diberikan raja kepada mereka.

Dan setelah mengingat semua itu, dia mulai mengingat akan janji terakhir sahabatnya padanya.
‘Tenang saja, aku akan segera kembali lalu kita bisa bertarung sepuasnya sampai benar-benar lelah!’

Kata-kata Philip mulai terngiang di benak Cornelia. Dan saat itu terjadi, gadis itu tak bisa membendung air matanya.
“Philip..... Kenapa kau mengingkari janjimu...?” isaknya.

Dan hal itu terus terjadi dan terus berlanjut, berulang-ulang....

Sampai akhirnya terjadilah bencana.
Pasukan DeathKnights menyerang kota tempat tinggal para IronKnights.
Raja mengirim para pasukannya untuk memukul mundur tentara DeathKnights. Tetapi pasukan DeathKnights terlalu kuat. Akhirnya mereka masuk ke kota dan memporak-porandakannya. Para IronKnights terpaksa menyelamatkan diri keluar kota.

Tapi saat diperintahkan untuk mengungsi, Cornelia tidak mau meninggalkan kota.
“Apa yang kau pikirkan!? Kau bisa terbunuh kalau kau tetap di sini!” seru seorang ksatria yang dikirim oleh raja untuk membawa Cornelia keluar dari kota.
“Aku tidak mau! Aku akan tetap menunggu di sini sampai Philip kembali!” jawab Cornelia.
“Kau bicara apa!? Hadapilah Cornelia, Philip sudah tewas! Dia tidak akan kembali kemari!” ujar ksatria itu.
“Tapi dia sudah berjanji padaku kalau dia akan kembali! Kalau aku pergi lalu dia datang kemari untuk mencari kita, dia akan kebingungan!” seru Cornelia, yang kelihatannya tidak meyakini sama sekali kalau sahabatnya sudah gugur di medan pertempuran.
“Dia sudah mati, Cornelia! Dia tidak mungkin kembali!” seru ksatria itu.
“Dia belum mati!! Kalian saja yang seenaknya menyimpulkannya begitu!! Tubuhnya saja tidak berhasil kalian temukan! Bagaimana kalian tahu kalau dia sudah mati!?” teriak Cornelia dengan penuh kemarahan.
“Pokoknya aku akan tetap di sini sampai dia kembali!”
“Ya sudah! Tinggallah di sini dan jadilah mayat! Aku akan memberitahu raja kalau kau tidak mau keluar dari kota!” ucap si ksatria yang akhirnya putus asa. Akhirnya dia pergi meninggalkan Cornelia sendirian.
‘Huh, mau ada DeathKnights atau apapun juga aku tetap tidak akan meninggalkan kota,’ batin Cornelia.

Sesaat kemudian tampak sekelompok ksatria dengan baju zirah hitam dan pedang-pedang yang besar tengah bergerak ke arah Cornelia. Mereka adalah tentara DeathKnights. Melihat sosok Cornelia berada di depan mereka, para tentara itu menghentikan langkahnya.

“Wah, ternyata masih ada seorang gadis IronKnights di sini!” seru salah satu tentara DeathKnights.
“Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau tidak melarikan diri bersama teman-teman pengecutmu yang lain?” tanya tentara yang lainnya lalu tertawa mengejek.
Cornelia mencabut pedang dari sarungnya, “Aku bukan pengecut dan aku tidak akan lari dari sini.”
“Hooo, jadi kau berniat menghadapi kami?” ucap tentara lainnya, “Tapi kau kalah jumlah.”
“Tidak masalah buatku. Majulah kalian semua,” ucap Cornelia tenang.
“Hei, kau meremehkan kami, ya? Dasar sombong!” seru salah satu tentara.
“Ayo kita habisi saja dia!” seru yang lain.

“Tunggu!”

Seorang ksatria DeathKnights yang memakai topeng hitam maju ke hadapan teman-temannya yang lain.
“Kalian pergi saja mengejar para ksatria pengecut yang lain. Biar aku sendiri saja yang mengurus gadis ini,” ucapnya.
“Apa tidak apa-apa, letnan?” tanya seorang tentara.
“Ya, dia bukan lawan yang sulit. Lagipula kurasa kita harus menghargai sedikit keberaniannya itu. Jadi aku akan melawannya satu lawan satu,” jelas ksatria itu.
“Wah, letnan, anda benar-benar pengertian!” seru tentara yang lainnya.
“Ya sudah, sekarang kalian harus mengejar para pengecut itu sebelum mereka semakin menjauh. Ayo, pergilah!” perintah ksatria itu.
“Baik, letnan!” ucap para tentara DeathKnights serentak dan bergerak meninggalkan tempat itu, meninggalkan hanya letnan mereka bersama Cornelia di reruntuhan kota.
“Huh, aneh juga kau, menyuruh pasukanmu pergi. Padahal kalau sebanyak itu kalian bisa lebih mudah menghabisiku,” komentar Cornelia.
“Tidak, aku biarkan mereka lakukan yang ingin mereka lakukan. Tujuan mereka adalah IronKnights, beda denganku. Tujuanku hanya kau,” ujar ksatria itu.
Cornelia tampak bingung mendengar ucapan si ksatria, “Tujuanmu hanya aku...?”
“Apa kau sudah lupa?”

Si ksatria membuka topengnya. Di balik topeng itu ada wajah yang sangat dikenal Cornelia.

Cornelia sangat terkejut, “P-Philip...!?”
Philip tersenyum, “Sudah kubilang aku akan kembali, kan?”
Cornelia seolah tidak percaya pada apa yang dia lihat. Dia tidak bisa membendung air matanya. Sesaat kemudian dia sudah berlari menghampiri pemuda itu dan memeluknya.
“Philip...!! Kau masih hidup...!! Sudah kuduga kau pasti akan kembali...!!” serunya bahagia.
“Tentu saja, aku, kan, sudah berjanji!” ujar Philip sambil menepuk-nepuk kepala Cornelia.
Cornelia melepaskan pelukannya, “Mereka bilang kau sudah mati! Bagaimana caranya kau bisa selamat? Dan....kenapa sekarang kau menjadi tentara DeathKnights?”
Philip tertawa, “Ceritanya cukup panjang.”

“Saat di medan pertempuran pasukan kami kalah lalu kami melarikan diri ke hutan. Saat itu aku yang melarikan diri dikejar-kejar oleh tentara DeathKnights. Waktu itu aku sedang terluka parah di bagian kepala dan tak bisa lari dengan cepat karena sakitnya. Akhirnya aku tertangkap oleh tentara DeathKnights. Mereka hampir saja menghabisiku. Saat itu aku teringat janjiku padamu kalau aku harus kembali dengan selamat. Aku berpikir kalau aku mati saat itu, maka janjiku padamu akan sia-sia. Jadi aku berusaha membuat diriku tidak terbunuh. Aku memohon pada para tentara DeathKnights untuk tidak menghabisiku dan memohon agar aku dipertemukan dulu dengan pimpinan mereka. Untungnya mereka setuju dan aku dibawa ke pemimpin mereka. Lalu aku memohon padanya untuk bergabung dengannya. Dan pemimpin mereka setuju atas hal itu. Akhirnya aku diterima jadi salah satu letnan DeathKnights dan dikirim untuk menghancurkan kota kalian.”

Cornelia manggut-manggut tanda mengerti.
“Tapi itu berarti....kau menghianati IronKnights?” tanya Cornelia dengan wajah cemas.
Philip menggaruk-garuk belakang kepalanya, “Yah, sepertinya begitu. Mau bagaimana lagi.”
Raut wajah Cornelia berubah sedih, “Kenapa kau berbuat begitu, Philip? Kau tahu, kan, akibatnya kalau kau menghianati kelompok kita?”
“Jelas aku tahu. Nyawaku ganjarannya kalau sampai berhianat. Tapi aku tidak peduli hal itu asalkan aku bisa memenuhi janjiku padamu,” jawab Philip dengan penuh keyakinan.
“Philip....” Cornelia menatap Philip sedih, “Tapi kau tidak akan bisa kembali ke kelompok dengan keadaanmu yang sekarang. Mereka jelas akan membunuhmu.”
“Ya, kau benar.  Aku benar-benar tidak bisa kembali karena sekali seorang ksatria berhianat maka maafnya tidak akan diterima. Aku tetap akan mati,” ucap Philip.
Mendengar hal itu, Cornelia tertunduk sedih.

“Karena itu, aku ingin kau membunuhku, Cornelia,” ucap Philip tiba-tiba.
Cornelia tampak terkejut, “Aku membunuhmu? Untuk apa aku membunuhmu!?”
Philip mencoba menjelaskan,“Kau lihat, aku diperintahkan untuk membunuh semua tentara IronKnights yang tersisa. Seharusnya saat ini aku membunuhmu, tapi tentu saja aku tidak bisa melakukannya karena kau sahabatku. Jika aku melanggar perintah, aku akan mati. Di IronKnights aku adalah penghianat dan jika aku kembali maka aku akan mati juga. Aku sudah tidak punya tempat dimana-mana karena mereka smua akan membunuhku.  Aku sudah tidak punya tujuan hidup lagi. Daripada aku mati sebagai pembangkang ataupun penghianat lebih baik aku mati di bunuh olehmu, mati di tangan sahabatku sendiri.”

Philip memegang kedua tangan Cornelia dan menggenggamnya erat-erat, “Karena itu kumohon, Cornelia, bunuhlah aku....”

Cornelia tampak ketakutan. Dia menggelengkan kepalanya perlahan, “Tidak.... Aku tidak bisa....”
“Ayolah, Cornelia, lakukan saja! Aku tidak bisa hidup seperti ini! Kumohon, Cornelia!” paksa Philip.
“Tidak, Philip! Aku tidak bisa membunuhmu begitu saja! Itu sama sekali tidak adil!” protes Cornelia.
“Kau mau adil? Baiklah begini saja.” Philip mencabut pedang besar yang disarungkan di punggungnya. “Kalau kau mau membunuhku dengan cara yang mudah, ayo kita bertarung saja. Sekarang kita, kan, musuh. Ayo kita bertarung habis-habisan. Anggap saja ini adalah yang terakhir kalinya kita bersaing. Kita tentukan pemenangnya di sini.”
Cornelia tampak ragu, “Entahlah, Philip.... Aku rasa tidak harus begitu....”
“Hei, dulu aku juga pernah bilang padamu kalau aku kembali kita akan bertarung sampai puas, kan? Sekarang aku akan memenuhi perkataanku itu. Kau tidak mau membantu sahabatmu ini memenuhi janjinya?”

Philip menatap Cornelia dengan penuh harap. Akhirnya Cornelia meyakinkan hatinya. Senyumnya mengembang.
“Baiklah, kalau itu mau sahabatku akan kulakukan!” ucap Cornelia lalu mengenggam pedangnya.
“Semangat yang bagus! Ayo bertarung sampai puas!” seru Philip.
“Ya, sampai puas!” seru Cornelia.

Kedua ksatria itu pun maju dan saling beradu pedang. Mereka saling serang satu sama lain dengan penuh semangat. Pertarungan mereka begitu sengit. Keduanya sama-sama hebat. Mereka mengerahkan seluruh kemampuan mereka di pertarungan ini karena ini adalah pertarungan terakhir antara mereka berdua. Mereka bertarung dan terus bertarung.

Sampai akhirnya keduanya roboh setelah pedang-pedang mereka saling tusuk menembus tubuh lawan masing-masing.

Philip dan Cornelia terkapar di tanah berdampingan. Keduanya tak bisa bergerak karena kelelahan. Keduanya bahkan terlalu lelah untuk mencabut pedang-pedang itu dari perut mereka. Darah mengalir deras dari luka keduanya, membuat keadaan mereka semakin memburuk.

Di tengah keadaan yang buruk itu, Philip masih sempat tertawa.
“Hahaha.... Cornelia....apa kau puas...?” tanyanya dengan napas terengah-engah.
“Ya....puas sekali....” jawab Cornelia dengan keadaan napas yang tak jauh berbeda.
“Sepertinya....kita berdua akan mati....” ucap Philip.
“Yah....biarlah.... Yang penting....kau tak mati sendiri....” ucap Cornelia lalu tertawa lemah.
“Cornelia....boleh aku mengatakan....sesuatu padamu...?”
“Apa...?”
“Sebenarnya....aku tidak cuma menganggapmu sahabat.... Aku menganggapmu lebih.... Aku....Aku....Aku mencintaimu, Cornelia....” ucap Philip dengan wajah tersipu.
Cornelia sedikit terkejut mendengar hal itu, “Ke....Kenapa....tidak kau katakan dari dulu...?”
“Habisnya....aku....aku takut kau akan menolak....pernyataan cintaku lalu....persahabatan kita....rusak gara-gara itu....” jelas Philip dengan nada gugup.
Cornelia tertawa kecil, “Philip.....Philip..... Kalau kau katakan dari dulu....aku, kan, bisa langsung jawab....iya....”
Philip terbelalak, “Ja....Jadi kau....menerimanya...?”
“Tentu saja.... Aku....juga mencintaimu, kok....” ucap Cornelia dengan nada agak malu-malu.
“Ahhh.... Kalau tahu begitu sudah.....kukatakan dari dulu.... Malah kukatakan di saat....seperti ini... Tragis....” keluh Philip.
“Yah.....walaupun tragis tapi....masih lebih baik daripada....tidak tersampaikan....” ucap Cornelia dengan susah payah.
“Hahaha....benar....” Philip tertawa.
“Walaupun....aku sedikit mengharapkan....masa depan yang lebih baik....”
“Maksudmu...?”
“Yah....menikah....punya anak.... Bukannya mati berdua....di usia muda....”
“Ah, kau ini..... Ada-ada saja....” Philip tertawa kecil, “Walaupun....mati di awal tapi....yang penting kita....masih bersama....”
“Benar....juga....uhuk...!” Cornelia terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya.
“Kau....tidak apa-apa...?” tanya Philip cemas.
“Lumayan....” jawab Cornelia lemah, “Sepertinya....aku akan mati duluan, Philip....”
“Jangan....bilang begitu....” Philip mengerahkan tenanganya untuk menggerakkan tangannya dan bersusah payah menyeka darah di mulut Cornelia.

“Aku jadi punya ide..... Bagaimana....kalau kita bertanding untuk....yang terakhir kalinya...?” usul Philip.
“Tanding apa...? Bukannya....pertarungan kita tadi....adalah yang terakhir...?” tanya Cornelia.
“Pemenangnya, kan....masih belum ketemu....”
“Oh....ya....benar.... Lalu....mau bertanding yang bagaimana lagi...?”
“Kita bertanding....siapa yang paling lama....bertahan hidup....”
“Ah....pertandingan macam apa itu...?” protes Cornelia, “Lebih baik....kita bertanding....siapa yang lebih dulu mati....”
“Itu, kan....sama saja...!” protes Philip. Lalu keduanya tertawa.

Keesokan harinya, kelompok pencari IronKnights menemukan keduanya tewas dengan pedang tertancap di perut, tangan saling berpegangan, dan wajah-wajah yang tersenyum .

END

No comments:

Post a Comment