Wednesday, June 26, 2013

EO-LSH Tales : Legend of Triplet Forest

Di daerah barat Magic Kingdom terdapat sebuah hutan yang bernama Triplet Forest. Hutan itu adalah tempat satu-satunya gua yang menyimpan Adamantite, sejenis mineral yang dikenal dengan kekerasannya yang melebihi baja dan merupakan bahan terbaik untuk membuat baju zirah. Hutan ini bukan termasuk tempat yang berbahaya untuk dikunjungi sekarang, tapi dahulu sempat ada legenda yang mengatakan kalau hutan itu terkutuk dan dihuni arwah gentayangan. Aku tidak pernah tahu tentang legenda hutan ini sampai pada suatu hari aku dan kedua saudaraku harus pergi ke sana....

Semua ini bermula dari dari sebuah tugas milik Paman Zefferino yang diserahkan kepada kami.

---

"Jadi kalian di sini untuk menggantikan Zefferino?"
Seorang pria tua dengan janggut panjang dan berpakaian sihir abu-abu sedang duduk di depan sebuah meja. Pandangannya tertuju pada tiga pemuda yang berdiri di seberang mejanya - seorang fire mage, seorang ice mage, dan seorang lightning mage.
"Paman mendadak sakit, jadi tidak bisa pergi," kata Apollo.
"Karena dia tidak mau membatalkan janjinya dengan blacksmith, jadi dia mengutus kami untuk menggantikan," sambung Boreaus.
Pria tua itu memandang seorang pria berpalu yang berdiri di sebelah kirinya.
"Bagaimana, Sieg?"
"Aku mengharapkan magician level tinggi untuk tugas ini, tapi kurasa 3 anak muda juga tidak buruk," ucap sang blacksmith sambil mengelus dagunya, "Selama kalian sanggup menjalankan tugas ini."
"Kami akan berusaha sebaik mungkin," ucap Indra.
"He, ini bukan pekerjaan mudah, lho," seorang gadis ice mage yang berdiri di sebelah kanan si pria tua berkomentar. "Gua adamantite itu dihuni banyak grey warg, dan lagi sebelumnya kalian harus masuk ke hutan terkutuk itu dulu."
"Terkutuk?" Boreaus mengangkat sebelah alisnya.
"Triplet Forest dihuni arwah gentayangan yang katanya suka menculik orang-orang yang masuk ke sana," jelas sang blacksmith.
"Kami magician. Kurasa arwah gentayangan bukan masalah besar," ujar Apollo.
"Yah, kalau kalian cukup percaya diri, kurasa tidak masalah," kata sang blacksmith. "Aku akan mengantar kalian sampai pintu masuk hutan. Tapi aku tidak akan ikut ke dalam sana, aku tunggu kalian di kota."
"Baiklah, sudah diputuskan. Kalian bertiga akan pergi ke sana," ucap si pria tua.
"Kalau begitu sekarang aku akan mempersiapkan kereta kuda. Aku tunggu kalian di luar." Sang blacksmith pun pergi meninggalkan ruangan.
"Aku sekarang harus kembali bekerja. Semoga berhasil dalam tugas kalian," pria tua itu tersenyum lalu menghilang dalam kepulan asap.

Tinggallah 3 pemuda itu bersama si gadis ice mage.
"Kalau begitu aku juga harus kembali ke kelas..." ucap gadis itu dan berniat untuk pergi, tapi Boreaus mencegatnya.
"Tunggu, Crystal. Kau bisa ceritakan lebih jauh tentang hutan terkutuk ini?" tanya Boreaus.
"Hm, jadi kalian benar-benar tidak tahu soal Triplet Forest?" Crystal tersenyum geli. Ketiga pemuda itu mengangguk serempak.
"Sebenarnya ada apa dengan hutan ini?" tanya Indra.
Crystal menarik napasnya.
"Aku hanya pernah membacanya lewat buku - legenda Triplet Forest. Konon 100 tahun yang lalu, ada tiga orang bersaudara tinggal di dalam hutan itu. Mereka kembar, sama seperti kalian. Suatu hari mereka masuk ke dalam hutan dan tersesat. Saat mencari jalan pulang, mereka menemukan sebuah jalan yang bercabang tiga. Bingung harus lewat mana, mereka memutuskan untuk berpencar untuk melihat jalan mana yang akan membawa mereka pulang dan berjanji akan berkumpul kembali di awal percabangan itu untuk bertukar informasi. Akan tetapi pada malam harinya, hanya dua dari tiga bersaudara itu yang kembali. Mereka berdua tidak menemukan jalan pulang dan saudara mereka yang termuda tidak kembali. Mereka berdua pun pergi mencarinya di jalan yang yang dipilih saudara mereka yang hilang. Ternyata jalan itu membawa mereka kembali ke rumah. Tapi mereka belum berhasil menemukan saudara mereka baik di rumah maupun di sepanjang jalan itu. Akhirnya mereka kembali mencarinya ke dalam hutan. Tapi saat mencari di tengah hutan yang gelap, mereka diserang oleh sekelompok shadow warg. Mereka berusaha membela diri, tapi mereka kalah jumlah dari kelompok shadow warg dan akhirnya mati terbunuh."

Ketiga pemuda itu meringis ngeri.
"Lalu apa yang terjadi dengan saudara mereka yang hilang? Apa dia sudah mati lebih dulu?" tanya Boreaus.
"Tidak ada yang tahu. Tidak ada yang menemukannya. Arwah kedua saudaranya bergentayangan di hutan itu, masih terus mencari keberadaannya. Konon kata penduduk sekitar, jika berkeliaran di hutan itu pada malam hari, akan terdengar suara "Kau dimana? Kau dimana?" yang katanya berasal dari arwah dua saudara yang mencari saudara mereka. Lalu jika yang masuk ke dalam hutan jumlahnya tiga orang, maka salah satunya akan menghilang, diculik oleh kedua arwah itu seperti saudara mereka yang menghilang."
Crystal memandang ketiga pemuda itu dengan wajah serius, "Kalian harus berhati-hati. Apalagi kalian akan masuk ke dalam hutan bertiga."
Apollo menelan ludahnya. Indra memeluknya dari samping dengan wajah ketakutan, "Aku tidak mau diculik hantu...!" rengeknya.
"Tapi itu hanya legenda, kan, kemungkinan mitos. Belum tentu benar. Bisa saja cuma karangan orang-orang tua supaya anaknya tidak berkeliaran di hutan malam-malam dan diserang shadow warg," komentar Boreaus sambil melipat tangannya.
Crystal mengangkat kedua bahunya, "Terserah mau percaya atau tidak. Yang jelas kalian harus tetap berhati-hati di di sana."
"Baik, baik...." Boreaus memasang tampang cuek. Apollo dan Indra saling tatap dengan wajah cemas.

---

Sebuah kereta kuda menurunkan tiga bersaudara itu di depan pintu masuk hutan.
"Dimana tepatnya letak gua Adamantite itu, Tuan Siegfried?" tanya Apollo pada sang blacksmith yang menjadi kusir kereta kuda.
"Aku tak tahu, nak. Aku tidak pernah berani masuk hutan terkutuk ini," jawab Siegfried sambil meringis.
"Apa tidak ada peta atau semacamnya?" tanya Boreaus. Siegfried menggeleng cepat. "Jadi kami harus benar-benar mencarinya sendiri?"
"Apa kalian benar-benar sanggup?" Siegfried mengangkat sebelah alisnya, memasang ekspresi mengejek.
Boreaus membalasnya dengan tatapan sinis, "Tidak masalah, walau tidak ada peta artinya ini akan lama."
"Tidak masalah jika kalian lambat, asal kalian bisa selamat keluar dari hutan ini," Siegfried mengedipkan sebelah matanya, "Tetaplah hidup. Aku tunggu kalian di kota."
"Hati-hati, Tuan Siegfried," kata Apollo.
Kereta kuda pun pergi meninggalkan ketiga pemuda itu.

"Baiklah. Masuk?" Boreaus memandang ke arah Apollo.
Apollo memandang ke arah Indra, "Indra?"
Indra sejak tadi sedang memperhatikan sebuah plang di pintu masuk hutan.
"Triplet Forest. Gua adamantite di depan. Waspada pada warg. Peringatan : Jangan masuk dengan kelompok yang terdiri dari 3 orang - hanya 2 yang akan selamat," ucapnya membaca tulisan di plang itu.
Dia kemudian menatap Apollo, "Apa aku sebaiknya pulang saja?"
"Kau bicara apa? Jangan bilang kau takut pada legenda itu," ejek Boreaus.
"Sedikit - tidak ada salahnya untuk jaga-jaga, kan," Indra menekuk alisnya.
"Terserah padamu...." ucap Apollo pelan.
"Hei, hei, jangan bodoh!" Boreaus mendekati Indra dan merangkul lehernya, "Kau tidak boleh pulang. Kau ikut bersama kami. Kita buktikan kalau legenda itu hanya mitos saja."
"Perasaanku tidak enak, Boreaus...." keluh Indra.
"Itu karena kau takut. Jangan takut pada legenda itu. Aku akan menjaga kalian berdua, kau tenang saja," Boreaus tersenyum aneh. Apollo hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.
"Apa tidak apa-apa, Apollo...?" Indra memandang Apollo.
"Terserah kalian saja," Apollo memasang wajah datar. Dia sepertinya tidak peduli pada legenda itu.
"Sudah, ayo jangan buang waktu di sini! Cepat kita cari gua itu!" Boreaus menyeret Indra masuk ke dalam hutan. Indra akhirnya pasrah. Apollo mengikuti mereka dari belakang.

Mereka tidak sadar kalau ada sosok misterius yang mengawasi mereka masuk ke dalam hutan. Sepasang mata bercahaya mengintai mereka dari balik pepohonan.
Indra mulai merasa tidak nyaman dan menoleh ke kanan dan ke kiri dengan cemas.
"Tenanglah, Indra," tegur Apollo dari belakang.
"Aku merasa kita sedang diawasi," keluh Indra.
"Itu cuma perasaanmu saja," ujar Boreaus.

*jlegg
Tiba-tiba muncul seekor grey warg yang tingginya 3,5 meter di hadapan mereka.
Tiga bersaudara itu tampak terkejut.
"Grey warg...!" ucap Apollo.
"B-Besar sekali...!!" ucap Boreaus kagum sekaligus gugup.
Indra yang ketakutan memeluk Apollo.
"Tinggalkan hutan ini!!" terdengar suara seseorang. Seorang pria tua dengan janggut dan rambut putih panjang yang berantakan dan berpakaian sihir hitam yang kotor dan kumal, terlihat seperti orang yang tak pernah mandi, terlihat berdiri di atas punggung grey warg.
"Hutan ini terkutuk!! Pergi dari hutan ini jika kalian masih ingin hidup!!" teriaknya lantang.
"Kami tidak bisa pergi...! Kami sedang dalam misi...!" balas Boreaus, mencoba tidak terlihat gugup.
"Kalian tidak dengar kataku!!? Tinggalkan tempat ini!!" pria tua itu kembali berteriak. Grey warg yang ditungganginya menggeram pada Boreaus, terlihat mengancamnya. Tapi Boreaus mencoba untuk tidak ketakutan, malah balas melotot pada warg itu.
"Sepertinya pria ini tidak akan mengizinkan kita lewat...!" ucap Apollo.
"Misi kita tidak bisa selesai kalau kita tidak lewat...! Akan kupakai cara paksa untuk menyingkirkannya...!" geram Boreaus.
Dia mengeluarkan tongkat sihirnya dan berkonsentrasi, komat-kamit mengucapkan sebuah mantra.
"Blizzard!!" dia mengangkat tongkatnya ke udara.
Seketika di sekitar grey warg muncul sebuah lingkaran sihir biru dan warg serta pria tua itu dihujani es dari langit. Es-es tersebut mengenai tubuh mereka dan membekukannya.
"Arrrgh...!!" raung pria itu, terlihat marah dengan tubuhnya yang membeku sebagian. Kaki grey warg yang ditungganginya juga membeku.
"Ini kesempatan kita! Ayo!" Boreaus menarik kedua saudaranya berlari melewati pria tua dan grey warg besarnya.
"Kau bodoh, anak muda...!! Kau hanya pergi menuju kematianmu...!!! Grraaahhh...!!!" pria tua itu berteriak sebelum akhirnya seluruh tubuhnya dan tubuh grey warg itu membeku.
"Dasar pria tua gila...!" gerutu Boreaus sambil terus berlari. Apollo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Indra terus melihat patung es itu dari kejauhan sambil memasang wajah cemas.

---

Sudah berjam-jam berlalu sejak tiga bersaudara itu memasuki hutan. Senja mulai datang.
Ketiga pemuda itu masih bergerak tanpa arah yang jelas di dalam hutan. Mereka sama sekali belum menemukan gua adamantite.
"Apa benar ada gua adamantite di sini!? Aku tidak melihatnya sama sekali!" gerutu Boreaus yang kehilangan kesabaran.
"Aku lapar...." rengek Indra lesu.
"Sudah sore. Sebaiknya kita keluar dulu dan cari penginapan di desa di dekat sini," usul Apollo.
Mereka pun berputar arah dan kembali menuju pintu masuk hutan.

Tiba-tiba saja mereka diserang puluhan kelelawar yang terbang menuju ke arah mereka.
"Gwaahh...! Pergi kalian smua...!!" Boreaus merunduk sambil mengibas-ngibaskan tongkatnya. Apollo merunduk dan melindungi dirinya dengan tangannya.
Sesaat kemudian para kelelawar itu berlalu meninggalkan mereka.
"Ugh, apa-apaan kelelawar-kelelawar itu...!?" geram Boreaus sambil menatap ke arah kumpulan kelelawar yang menjauh.
"Kau tidak apa-apa, In...." Apollo menoleh ke arah Indra. Tapi ternyata Indra tak lagi berada di sampingnya, "Indra?"
"Indra?" Boreaus menoleh ke kiri dan kanannya mencari-cari, "Indra tidak ada!"
"Indra!!" Apollo berteriak memanggilnya, tapi tak ada jawaban.
"Adik pengecut, jangan sembunyi!!" Boreaus ikut berteriak.
"Indraaa!!"
Wajah Apollo mulai terlihat tegang. Tiba-tiba dia berlari.
"Apollo...!" seru Boreaus yang terkejut dan berlari mengejarnya.
"Indra!! Indra, kau dimana!?" Apollo berlari sambil berteriak-teriak. Ekspresinya terlihat panik.
"Indra, ini tidak lucu!! Cepat keluar!!" Boreaus ikut berteriak-teriak. Kedua saudara itu mulai berlari mengitari hutan.

---

Indra membuka matanya. Dia terkejut menemukan dirinya di sebuah tempat yang gelap.
"A....aku dimana...?" dia terlihat bingung, "Apollo...? Boreaus...?"

Tiba-tiba sebuah bola api muncul di hadapan Indra.
"Theodor...." terdengar gema suara.
"Ukh...!" Indra terlihat terkejut dan tegang.
Sebuah bola api lain yang berwarna biru muncul di hadapannya.
"Akhirnya kami menemukanmu...." terdengar gema suara yang lain.
Tiba-tiba kedua bola api di hadapannya berubah sosok menjadi dua arwah manusia yang berpakaian merah dan biru, dengan rambut hitam yang sepertiganya putih pada sisi yang berbeda di tiap arwah itu - yang berpakaian merah putihnya di sebelah kiri dan yang biru putihnya di sebelah kanan.
"S-Siapa kalian...?" tanya Indra gugup.
"Kau bicara apa...? Ini kami, saudaramu...." yang berpakaian merah berbicara dengan nada berat dan menakutkan.
"Kami merindukanmu, Theodor...." ucap yang berpakaian biru dengan nada yang sama.
"K-Kalian bicara apa...!? A-Aku tidak mengenal kalian...!" ucap Indra terbata-bata.
"Kau tidak mengingat kami...?"
"Sungguh jahat kau Theodor...."
Tiba-tiba wajah kedua arwah itu berubah menjadi mengerikan. Indra terkejut dan ketakutan.
"G....GYAAAA...!!!"

---

"Indra, kau dimana!!?"
Hari sudah gelap. Apollo dan Boreaus masih mencari-cari Indra.
"Indra, jawab aku...!!" teriak Apollo. Dia mulai kehabisan napas dan akhirnya terbatuk-batuk, "Uhuk...! Uhuk...!"
"Apollo, kau tidak apa-apa!?" Boreaus dengan cemas mendatanginya.
"Aku tidak apa-apa...! Kita harus temukan Indra...!" ucapnya dengan suara serak.
"Tapi hari sudah gelap! Berbahaya kalau kita di sini terus!" kata Boreaus dengan nada cemas.
"Karena itu kita harus temukan Indra secepatnya...! Jangan sampai terjadi sesuatu padanya...!" balas Apollo.

Tiba-tiba saja mereka melihat sebuah mata bercahaya muncul dari balik pepohonan.
"GROOARR!!"
Seekor shadow warg besar melompat tiba-tiba dari balik kegelapan, mencoba menerkam kedua pemuda itu. Mereka hanya diam dengan ekspresi shock, belum sempat bergerak.

"GRAAAA!!"
Tiba-tiba seekor grey warg yang lebih besar muncul dan menerjang shadow warg itu, membuatnya tersungkur menjauhi kedua pemuda itu.
"Kalian anak-anak bodoh!!! Sudah kubilang kalian akan mati!!!" si pria tua misterius melompat turun dari atas punggung grey warg.
Tampak shadow warg yang dijatuhkan sudah berdiri kembali dan melompat ke atas grey warg, meraung dan mencakarnya.
"Bertahanlah, Fido!!" Pria tua itu mengeluarkan sebuah tongkat sihir hitam, "LIGHTNING BOLT!!" dia mengangkat tongkat itu ke atas.
Dari tongkat itu keluar petir hitam dan bergerak menyambar shadow warg, melumpuhkannya dan menjatuhkannya dari tubuh grey warg.
Tetapi shadow warg itu masih bisa bangkit. Pria tua itu melotot ke arahnya.
"Pergilah dari sini sebelum kau kujadikan makan malamku...!" ucapnya mengancam.
Shadow warg itu menggeram padanya, terlihat gugup, lalu akhirnya berlari pergi meninggalkan tempat itu.
Kedua pemuda itu melihat semua yang terjadi dengan tercengang.

Pria tua itu lalu memandang mereka dengan mata melotot.
"Anak bodoh mana yang masih berkeliaran di hutan malam-malam!!? Kalian benar-benar cari mati!!?" teriakkannya hampir memekakkan telinga kedua pemuda itu.
"Tunggu. Kenapa kalian hanya berdua?" mendadak nada suara pria itu turun drastis dan wajahnya tampak bingung.
"Saudara kami tiba-tiba saja hilang...! Kami sedang mencarinya...!" jawab Apollo sedikit gugup.
Mata pria tua itu kembali melotot, "Bukannya sudah kuperingatkan kalian? Kalian tidak tahu legenda hutan ini!? Atau kalian sama sekali tidak membaca tulisan yang ada di pintu masuk hutan ini!!?" nada suaranya kembali meningggi.
"Maksudmu saudara kami diculik arwah penghuni hutan ini!?" Boreaus memasang ekspresi tidak senang, "Memangnya legenda itu nyata!? Dan seandainya itu nyata, itu tidak mungkin terjadi! Saudaraku bukan orang lemah, dia penyihir!!"
"Penyihir atau bukan kedua arwah itu bisa mengambil jiwa siapa saja yang mereka inginkan! Saudaramu mungkin tidak selamat...!" pria tua itu memasang ekspresi mengancam dan mendekatkan wajahnya pada Boreaus, hanya untuk ditanggapin oleh pemuda itu dengan geram. Kemudian perlahan dia berbalik membelakangi pemuda itu, "Itu karena kalian tidak mau mendengar peringatanku sejak awal."
Boreaus hanya menggeram, dia terlihat kesal pada pria tua itu. Apollo menundukkan wajahnya, poninya menutupi matanya, "...Indra..."
"Kapan saudara kalian menghilang?"
"Tadi sore...!" jawab Boreaus ketus.
"Kalau begitu mungkin masih ada cara untuk menyelamatkannya."
Ekpsresi Boreaus langsung berubah, dia menatap pria itu dengan wajah tak yakin. Apollo mengangkat wajahnya perlahan.
"Kau serius...?" tanya Apollo dengan nada penuh harap.

Pria tua itu tiba-tiba melompat ke atas warg-nya.
"Aku tahu tempat kedua arwah itu menawan orang-orang. Akan kutunjukkan jalan. Ikuti aku."
Grey warg-nya kemudian berlari masuk ke dalam hutan.
"T-Tunggu...!" Apollo bergegas mengejar pria itu. Boreaus mengikutinya dari belakang.

---

"Jadi kau bukan Theodor....?"
"Namaku Theodor - Theodoric, Indra Theodoric Cantriplore, dan aku yakin aku bukan Theodor yang kalian cari," ucap Indra yang sekarang tenang menjawab pertanyaan si arwah berpakaian biru.
"Lagi-lagi kita salah orang, Igor...." arwah yang berpakaian merah tertunduk lesu.
"Dia benar-benar mirip Theodor, Condor...." kata arwah yang berpakaian biru dengan nada kecewa.
"Sebenarnya Theodor ini siapa?" tanya Indra dengan wajah penasaran.
"Dia saudara kami, anggota kembar tiga kami yang terakhir...!" seru Condor lantang.
"Dia tidak kembali saat kami berpencar mencari jalan dan tidak ada yang tahu dia masih hidup atau tidak," kata Igor, terdengar sedih.
'Kalau begitu mereka ini sudah jelas arwah kedua saudara yang mati terbunuh saat mencari saudaranya, persis seperti legenda itu!' pikir Indra.
"Maafkan kelakuan kami yang sudah menculikmu," kata Condor.
"Kau benar-benar mirip dengan Theodor, sama-sama lightning mage, hanya saja rambutmu lebih pendek...." kata Igor.
"Tidak apa-apa...." balas Indra sambil tersenyum kecil.
"Atau jangan-jangan kau ini anaknya Theodor dan Theodor masih hidup...?" tanya Condor tiba-tiba.
"Tadi aku juga melihat dua orang lagi yang mirip denganmu.... Apa kau kembar tiga juga...?" tanya Igor.
"Ayahku namanya Glaciero Osric Cantriplore, rambutnya berwarna perak, dan dia seorang ice mage - dia bukan Theodor. Dan dua orang yang kau lihat itu, ya, mereka saudara kembarku," jelas Indra. Tiba-tiba dia tersentak, "Oh, tidak...! Kedua saudaraku pasti sekarang sedang mencariku! Berbahaya jika mereka terus berkeliaran di hutan semalam ini!"
"Kau benar, banyak shadow warg di malam hari...." kata Condor.
"Dan sebab kematian kami adalah karena kami diserang sekelompok besar dari mereka...." kata Igor.
"Jangan sampai kedua saudaramu bernasib seperti kami."
"Kami akan membawamu pada mereka."
Kedua arwah itu mengangkat tangan mereka. Tiba-tiba sebuah lingkaran sihir muncul mengelilingi mereka semua dan mereka menghilang dari ruangan gelap itu.

---

Pria tua itu membawa Apollo dan Boreaus ke sebuah jalan yang bercabang tiga.
"Biasanya hantu-hantu itu suka muncul di sekitar sini," ucap si pria tua. "Hei, keluarlah kalian berdua!! Kembalikan saudara anak-anak ini yang kalian culik!!" dia tiba-tiba berteriak lantang.
Tiba-tiba sebuah lingkaran sihir muncul. Indra bersama Condor dan Igor muncul dari dalam lingkaran sihir. Kemudian lingkaran itu menghilang
"Indra!!" teriak Apollo dan Boreaus berbarengan saat melihat saudara mereka muncul.
"Cedric! Eric!" Indra terlihat gembira. Dia langsung berlari meninggalkan kedua arwah itu. Kedua saudaranya langsung memeluknya.
"Kenapa tiba-tiba memanggil pakai nama tengah begitu?" tanya Boreaus yang senang melihat Indra sekaligus bingung dengan perbuatannya.
Indra tersenyum, "Aku hanya ingin saja," lalu memeluk Boreaus.
"Kalian masih saja melakukan perbuatan busuk kalian menculik orang-orang di sini...!" pria tua itu menatap kedua arwah dengan mata melotot.
"Kau kakek tua...."
"Ternyata kau masih belum mati.... Pergilah tinggalkan hutan kami...!"
Kedua arwah memberi pria tua itu tatapan tajam.
"Kau tidak apa-apa, Indra?" Apollo menatapnya cemas.
"Ya. Mereka tidak berbuat apa-apa padaku," Indra tersenyum.
"Syukurlah," Apollo kembali memeluknya.
"Sepertinya pak tua itu punya masalah dengan dua arwah itu...." ujar Boreaus yang memperhatikan pria tua itu berdebat dengan Condor dan Igor.

"Sudah sepantasnya aku melenyapkan kalian dari dulu!" geram pria tua itu.
"Kau datang dan mengusik ketenangan hutan ini...!"
"Dan kau tanpa izin mengambil rumah kami...!"
"Seharusnya kami yang melenyapkanmu sejak dulu...!!" teriak kedua arwah itu bersamaan, terlihat marah.
"Kalian mau bertarung!? Akan kukirim kalian ke neraka...!!" pria tua itu memegang erat tongkatnya dengan kedua tangannya. Tongkat itu mulai dialiri listrik hitam.
Tiga bersaudara itu hanya melihat apa yang terjadi tanpa berusaha untuk ikut campur atau menghentikan. Indra memperhatikan tongkat milik pria tua itu. Tiba-tiba ekspresinya berubah, seolah teringat sesuatu.

"Tunggu dulu, pak tua!"
Indra tiba-tiba berseru. Semua melihat padanya.
"Kau seorang lightning mage?"
"Apa kau ingin mengulur waktuku hanya untuk menanyaiku hal itu...!?" pria tua itu menggeram padanya. Tapi Indra tetap terlihat tenang.
"Apa namamu Theodor?"
Kedua arwah terlihat tertegun. Pria tua itu mengernyitkan dahinya.
"Ya. Lalu kenapa?"
"Tidak mungkin...!" ucap Condor.
"Mungkinkah...." ucap Igor.
"Itu artinya kau saudara Condor dan Igor yang selama ini mereka cari, kan?"

Suasana mendadak hening.
Kedua arwah tampak tercengang heran.
Apollo dan Boreaus memberi Indra tatapan bingung.
Pria tua itu tidak menjawab, dia hanya tertunduk. Indra terus menatapnya, menunggu jawaban darinya.

Perlahan pria tua itu menurunkan tongkatnya.
"Ya....aku Theodor. Saudara Condor dan Igor," ucapnya pelan.
"Jadi kau ternyata...!?" Condor dan Igor terlihat terkejut.
"Ternyata aku benar...!" ucap Indra sedikit tidak percaya dengan tebakannya.
"Itu artinya kau saudara kembar yang menghilang di hutan dan kau masih hidup!?" seru Boreaus terkejut. Apollo juga terlihat kaget.
Theodor membalikkan tubuhnya, menghindari pandangan para arwah dan tiga bersaudara itu darinya.
"100 tahun lalu, saat aku berpisah jalan dengan Condor dan Igor, aku menemukan seekor anak grey warg yang terperangkap di dalam sebuah lubang yang cukup dalam. Saat sedang melihat ke dalam lubang itu, aku tak sengaja terjatuh ke dalam lubang dan tak bisa keluar. Aku berteriak minta tolong, tapi tak ada yang datang menolongku. Akhirnya aku terjebak di dalam lubang itu selama berminggu-minggu. Waktuku kuhabiskan merawat anak warg di dalam lubang itu. Untungnya di dalam lubang ada tumbuhan menjalar dan sumber air, sehingga kami masih bisa bertahan hidup. Berbulan-bulan berlalu, tak ada yang menolongku. Aku mulai mengkhawatirkan nasib kedua saudaraku. Aku mendengar orang-orang lewat di atas sana, tapi setiap aku berteriak, mereka mengiraku hantu dan pergi menjauhi tempatku terperangkap. Aku terus menunggu dan menunggu, selama bertahun-tahun, sampai akhirnya anak warg sudah tumbuh menjadi warg yang dewasa. Lompatannya cukup tinggi untuk membawa kami berdua keluar dari lubang itu pada akhirnya. Aku dengan pakaian sempit yang robek di sana sini dan rambut yang memanjang mencari jalan kembali ke rumah kami untuk mencari kedua saudaraku. Tapi saat aku tiba di rumah, aku bertemu dengan dua sosok arwah....sosok arwah dua saudaraku yang ternyata sudah tewas, menungguku di rumah. Aku senang sekaligus sedih melihat mereka. Akan tetapi Condor dan Igor sepertinya tak mengenali sosokku. Mereka mengusirku...."

Suasana hening sejenak. Wajah kedua arwah itu terlihat seperti merasa bersalah. Pria tua itu memejamkan matanya.
"Setelah diusir, aku pergi ke dalam hutan, berjalan tak tentu arah, dan menemukan sebuah desa. Dulu di daerah itu sama sekali belum ada pemukiman penduduk, dan aku cukup terkejut. Warga desa itu cukup ramah dan mereka menolongku, memberiku makanan, pakaian, merawatku, dan memberiku dan Fido tempat tinggal. Tapi aku merasa tidak nyaman dengan semua itu dan terus memikirkan kedua saudaraku. Aku mendengar kalian mulai menculik orang-orang dan mencariku. Tidak lama setelah itu aku kembali ke hutan, kembali ke rumah kami yang sekarang sudah lapuk. Di sana aku tidak menemukan sosok kalian. Aku menunggu kalian di sana, tapi kalian tidak kembali ke rumah itu. Kalian pindah ke tempat lain, kalian menghindariku, dan kalian terus menculik orang-orang...."
Theodor berhenti bicara. Suasana kembali hening.
"Jadi....selama ini....kau...." Condor mulai bicara, wajahnya tertunduk terlihat seolah tak percaya.
"Itu kau.... Kau tidak pernah bilang....dan kami tidak pernah tahu...." Igor tertunduk murung.
"Maaf, aku tidak punya keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada kalian. Aku takut kalian hanya akan mengusirku lagi seperti waktu itu. Aku terus menunggu di rumah kita, berharap ajalku segera tiba supaya aku bisa bersama kalian. Tapi aku tak kunjung dijemput, bahkan setelah 100 tahun. Yang bisa kulakukan hanyalah mencoba menarik perhatian kalian dari jauh, mengusir orang-orang yang masuk ke hutan ini dan menolong orang-orang yang kalian culik untuk pulang dengan selamat," ucap Theodor pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Kami terus mencarimu. Tidak sadar sudah beratus tahun berlalu...." kata Condor.
"Kau sudah begitu tua. Yang kami ingat hanyalah sosok mudamu...." kata Igor.
"Seandainya saja waktu diputar kembali...."

Suasana hening sejenak.
"Putar waktu kembali? Dan aku harus terjebak di lubang itu lagi? Hah, tidak terima kasih!" seru Theodor tiba-tiba.
"Dan kita harus melawan warg-warg itu lagi sampai mati....? Condor, apa kau gila...." ucap Igor sambil memandang Condor.
"Hei ayolah…! Itu hanya perumpamaan...! Bukannya aku mau kita mengulangi lagi tragedi itu...." respon Condor malu-malu.
"Ternyata kau masih puitis seperti dulu, Condor," Theodor menatapnya sambil tersenyum aneh. Kemudian tiga bersaudara itu tertawa keras.
"Mungkin sebaiknya kita tidak lagi mengusik masa lalu...." kata Igor.
"Kami senang kau kembali, Theodor," kata Condor.
"Senadainya aku bisa memeluk kalian. Tapi kalian tembus pandang," gumam Theodor lalu tertawa.

Ketiga pemuda di belakangnya memperhatikan tiga saudara tua itu bercengkrama.
"Aku tidak percaya, ternyata legenda itu benar-benar nyata...." komentar Boreaus.
"Mereka sudah bertemu kembali. Semua ini karena kau Indra," ujar Apollo.
"Ah, aku tidak berbuat apa-apa, kok...." kata Indra malu-malu. Apollo menatapnya sambil tersenyum.
"Mungkin aku harus berterima kasih pada kalian bertiga, kembar tiga muda," Theodor bicara sambil memandang tiga penyihir muda itu. "Jika kalian tidak memaksa masuk hutan ini, mungkin hidupku masih akan tetap kosong selama berpuluh-puluh tahun lagi," dia tersenyum. "Oh, ya.... Sejak awal aku tidak tahu, apa urusan kalian di hutan ini?"
"Kami ditugasi untuk mengambil adamantite," jawab Apollo.
"Adamantite.... Kami tahu di mana tempatnya," kata Condor.
"Kami bisa tunjukkan jalan ke sana," kata Igor.
"Dan kami akan membantu kalian mengambilnya. Anggap saja untuk membayar kalian yang sudah mempertemukan kami," kata Theodor lalu tertawa.
Ketiga pemuda itu terlihat gembira dan tersenyum.

---

Di fajar keesokan harinya, kami berangkat menuju gua adamantite dengan petunjuk Condor, Igor, dan Theodor. Cukup sulit untuk melawan kelompok grey warg yang menghuni gua itu, tapi berkat bantuan para kembar tua dan juga Fido si grey warg partner Theodor, akhirnya kami berhasil membawa adamantite cukup banyak untuk pulang. Tuan Siegfried puas dengan pekerjaan kami dan kami dibayar lebih. Pak tua Theodor sekarang tinggal bersama kedua arwah saudaranya dan tidak lagi melarang orang masuk hutan (mereka juga mencoret-coret plang di pintu masuk). Paman Zefferino juga akhirnya sembuh dari sakitnya. Semua berakhir baik. Aku belajar satu hal dari perjalanan ini : Tidak masalah jika kau tidak percaya pada legenda, tapi tidak ada salahnya untuk berhati-hati. Karena dengan kekuasaan-Nya, apapun bisa terjadi.

- Indra


*****

~Legend of Triplet Forest~

Once a time at the land ho
In deep forest no one has a go
Triplet brothers live in peace
Fire, ice, and lightning in one piece

One time they have a march
Into the forest in an arch
The aimless walk has brought them lost
They are now facing the worst

The triplet brothers seek come back
They encounter a three forked track
Which way to home, no one could tell
'Let's separate ways' that would be well

'I take left' said the fire mage
'I go ahead' said the ice mage
'I shall choose right' said the lightning mage
They promise come back and leave in courage

Hours passes and strikes midnight
The fire mage comes back in a light
So does the ice mage, appears in a sheen
'Where do you have been?'

'I met a cliff' said the fire mage
'I met a river' said the ice mage
But the lightning mage ain't come back
Does he find the right home track?

The two men seek their brother
To the right path they march together
An ambush suddenly commencing
Blood thristy shadow wargs come preying

The two brothers get to a fight
They use magic with all their might
But the brothers are outnumbered
In a minute they were slaughtered

It's the legend of haunted forest
A tale of two souls who cannot rest
The fate of the last mage, no one knows
The two keep seeking him in sorrows

- flamestar12

*****

3 comments:

  1. keren kk '3' lanjutkan !!!

    btw ada yg typo tuh
    "saudarau" harusnya saudara ._.
    ya ngingetin aja :v

    ReplyDelete
  2. Inazuma: Boleh minta profil lengkap cewek ice mage itu? *tampang siap ngegombal*
    Bagong: Jangan ngambil kesempatan *prang* udah, kita pergi ke markas lagi *nyeret Inazuma yang pingsan gara-gara ditakol sekop*

    ReplyDelete
    Replies
    1. wakakak boleh aja :v
      Nama : Crystal Anna Fantazier
      Umur : 17
      Job : Ice Mage
      Penampilan : Long Braid, White, Green Lime, Vanilla
      Status : In-relationship with Boreaus

      *evoker

      Delete